Di salah satu pasar di bilangan Jakarta Barat, Janah, perawat Rachel House, terlihat sibuk memilih-milih kasur. Pasar itu sangat panas dan pengap, namun tidak menyurutkan semangat Janah untuk memenuhi misinya menemukan kasur baru agar Dinda*, pasiennya, dapat tidur dengan nyaman.
Dinda adalah salah satu pasien yang dirawat oleh Janah. Belakangan ini, anak berusia 10 tahun itu selalu memenuhi pikiran Janah. Tidak hanya karena Dinda terlahir dengan penyakit serius yang mempengaruhi imunitasnya, tetapi juga karena Dinda hanya tinggal bersama ibunya, yang juga sakit-sakitan dan terlalu lemah untuk merawatnya.
Untuk Dinda dan ibunya, nutrisi yang baik, lingkungan yang bersih, dan kedisiplinan dalam meminum obat adalah satu-satunya cara untuk menghindarkan mereka dari infeksi yang dapat membahayakan hidup mereka. Namun, dengan melemahnya kondisi ibu Dinda dari hari ke hari, bahkan untuk makan sehari-hari pun mereka sulit. Itu adalah satu dari sekian alasan mengapa Dinda selalu ada di benak Janah; ia merasa tidak berdaya untuk mencegah tragedi yang seolah merayap menghampiri Dinda.
Dinda memiliki beberapa masalah kesehatan. Syukurlah anak perempuan yang pintar dan ceria ini tampaknya selalu bisa bangkit kembali, lengkap dengan senyuman manis di wajahnya. Akhir-akhir ini, ia sedang mengalami batuk parah yang sangat mengganggu, yang diakibatkan oleh penyakit TBC yang tidak tertangani sejak ia masih kecil. Setiap hal kecil yang ia lakukan dapat memicu batuknya untuk kambuh, bahkan meski hanya sekedar bermain genangan air hujan di depan rumah.
Dengan asuhan dan perhatian yang rutin dari perawat Janah, yang selalu memantau gejala yang dialami Dinda serta kepatuhanya untuk minum obat, batuk Dinda akhirnya membaik. Dalam kunjungan terakhir Janah ke rumah mereka, dengan penuh semangat Dinda bercerita pada Janah, “Aku sudah nggak batuk lagi sekarang! Tidurku jadi lebih nyenyak. Aku sudah minum obat, seperti yang Suster suruh.” kata Dinda dengan senyum sumringah di wajahnya, terlihat bangga pada dirinya sendiri.
Namun dalam kunjungannya hari itu, Janah mengamati ada beberapa ruam di kulit Dinda. Tubuh mungilnya dipenuhi oleh bercak kemerahan dan keropeng kering dari luka-luka garukan. “Gatal sekali. Aku menggaruknya saat tidur.” Katanya sambil menunduk, entah untuk melihat ke arah luka-lukanya atau mungkin karena merasa bersalah karena tahu ia seharusnya tidak menggaruknya.
Bingung dengan iritasi kulit yang dengan cepat menyebar di tubuh pasiennya, Janah meminta izin kepada ibu Dinda untuk melihat area tidur mereka – yang terletak persis di sebelah tempat mereka sedang duduk saat itu. Ibu dan anak ini memang tinggal di sebuah kamar petak kecil berukuran 2 x 3 meter. Disitulah Dinda dan sang ibu melakukan berbagai kegiatan sehari-hari, mulai dari memasak, mandi, mencuci, dan tidur.
Hal pertama yang menyita perhatian Janah adalah debu dan kotoran yang menempel di sekitar kasur yang bersentuhan langsung dengan lantai. Tiba-tiba Janah teringat bahwa ketika pertama ia mengunjungi rumah Dinda 2 bulan yang lalu hingga saat ini, seprai kasur itu sepertinya belum juga diganti.
“Kami cuma punya satu seprai saja.” ujar ibu Dinda tersipu malu, saat Janah bertanya.
Hati Janah terenyuh saat mendengar jawaban tersebut. Ia tahu bahwa dengan kondisi kesehatan ibu Dinda yang melemah, untuk memiliki uang buat makan dan memenuhi kebutuhan dasar mereka saja sudah sangat sulit, apalagi untuk membeli seprai baru.
Janah menceritakan kekhawatirannya mengenai kesehatan dan keamanan Dinda serta ibunya kepada tim Rachel House, dan merekomendasikan untuk membantu mengganti kasur di rumah Dinda agar memastikan kebersihan mereka, sambil berharap itu dapat menjadi solusi bagi permasalahan kulit yang dialami Dinda. Inilah yang membawa Janah ke pasar yang panas dan pengap pagi ini, ditemani oleh rekan kerjanya yang bernama Arif. Setelah membayar belanjaannya, Janah dan Arif pergi ke rumah Dinda untuk mengantarkan kasur barunya. Mereka membantu Dinda dan sang ibu untuk membersihkan area tidur di kamar itu, dan kemudian meletakkan kasur baru, yang dilengkapi dengan seprai baru yang lembut.
Melihat senyuman lebar di wajah Dinda dan ibunya merupakan hal yang sangat membahagiakan. Mereka terlihat sangat terharu dengan kasur baru mereka. “Seprainya lembut sekali! Kasurnya tebal dan empuk!. Ini adalah kasur paling nyaman yang pernah aku tiduri!” Kata Dinda penuh sukacita sambil melompat-lompat dan berguling di kasur barunya.
Rasa lelah Janah menguap sudah, larut dalam kegembiraan dan antusiasme Dinda. Kebahagiaan yang dirasakan Janah karena bisa sedikit berbagi kepada Dinda tidaklah bisa dideskripsikan. Meski perjalanan Dinda ke depan masih dipenuhi halang-rintang, tapi hari ini, saat ini, ia diliputi kebahagiaan dapat merasakan empuk dan lembutnya kasur baru.
*Ibu Dinda wafat 2 bulan setelah hari itu. Saat ini Dinda dirawat oleh neneknya yang sudah tua dan lemah.
**Nama diubah untuk privasi.
Maukah kamu ikut memberikan secercah kebahagiaan bagi anak-anak yang dirawat oleh Rachel House? Mari berdonasi untuk mendukung pelayanan kami. Klik di sini untuk berdonasi.