Artikel ini telah diterbitkan oleh https://hellosehat.com.

Ada anak-anak di Indonesia yang terserang penyakit kronis dan hampir tidak bisa disembuhkan. Mereka butuh cinta, perhatian dan kasih sayang untuk terakhir kalinya. Di Rachel House, semua itu diberikan lewat perawatan paliatif anak.

Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan perawatan paliatif anak

Ada seorang pasien cilik yang didiagnosa mengidap leukemia di usia tujuh tahun. Semua prosedur pengobatan seperti kemoterapi dosis tinggi sudah dilewati.

Tahap pertama selesai. Sel kanker sudah tidak terdeteksi. Pasien tinggal melewati masa kemoterapi maintenance, di mana pengawasan dan prosedur untuk menekan sel kanker agar tidak kembali terus dilakukan.

Tak berlangsung lama, pasien tersebut kembali mengalami pendarahan lewat hidung dan telinga.  Dokter menyatakan kanker pasien tersebut kembali lagi. Bahkan kali ini menyebar ke ginjal dan sumsum tulang belakang.

Sayangnya, tubuh sang pasien tidak sanggup lagi menerima efek samping kemoterapi. Dokter menyarankan untuk menghentikan pengobatan kuratif, karena jika terus dilakukan, justru kemungkinan besar anak itu tidak akan bertahan.

Dia akhirnya terpaksa menjalani hidup tanpa harapan sembuh. Ia perlahan kehilangan kemampuan untuk berjalan karena kanker di ginjal dan di tulang belakang. Di masa-masa sulit ini, hanya perhatian dan kasih sayang jawabannya.

Pasien dengan kondisi seperti tadi, sudah tidak bisa lagi menerima pengobatan untuk menyembuhkan penyakitnya. Tapi bukan berarti mereka harus terus hidup dalam kesakitan dan dengan kualitas hidup yang buruk.

Dari dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), pasien tadi diperkenalkan dengan perawatan paliatif khusus untuk anak di Rachel House.

Apa itu perawatan paliatif anak?

Perawatan paliatif adalah perawatan yang berfokus pada meringankan penderitaan pasien yang memiliki penyakit ganas yang mengancam jiwa, seperti kanker, leukimia dan HIV/AIDS.

Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mendukung keluarga mereka.

Menurut WHO, peningkatan kualitas hidup dari perawatan paliatif adalah melalui beberapa hal yakni penanganan tanda dan gejala, penanganan nyeri, fisik, psikologi, dan sosial.  Di Rachel House, semua diberikan.

Kepala perawat di Yayasan Rumah Rachel atau Rachel House, Rina Wahyuni, menjelaskan perawatan paliatif yang efektif membutuhkan pendekatan holistik dari multidisiplin luas.

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian dari perawatan paliatif anak, pertama adalah penanganan fisik. Yakni penanganan tanda dan gejala. Dalam hal ini memastikan penanganan nyeri, nutrisi pasien terpenuhi, dan pengobatan luka. Seperti memastikan luka tidak berdarah, tidak bau, dan bebas infeksi.

Kedua adalah penanganan psikososial, yakni dengan memberikan dukungan emosional, sosial, hingga dukungan spiritual untuk pasien dan untuk keluarga.

Integrasi antara dukungan psikososial, psikologis, dan spiritual pasien sangat dibutuhkan terutama pada pasien dalam masa stadium terminal penyakit kronis.

Tugas berat bagi dokter, perawat paliatif, dan tim paliatif lainnya adalah memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang kondisi terkini pasien.

Misalnya tubuh pasien sudah tidak sanggup menerima prosedur pengobatan karena itu akan membahayakan atau bahwa medis sudah tidak bisa menyembuhkan penyakit si pasien. Dengan kata lain pasien sudah dalam keadaan sekarat.

Selain itu, perawat juga harus memberikan penegasan hidup dan menganggap kematian adalah proses yang normal. Hal tersebut diharapkan membawa pasien dan keluarga pada penerimaan.

Pekerjaan berat lainnya adalah memberikan pilihan, baik-buruk pilihan yang diambil demi kebaikan pasien.

Misalnya memberikan pilihan bahwa di saat-saat terakhir itu pasien lebih nyaman berada di rumah, bersama orangtua, dan keluarganya. Dibandingkan harus berada di rumah sakit, dengan dipasangi alat-alat medis, dan jauh dari keluarga.

Dalam kondisi ini pasien akan disarankan pilihan untuk paliatif homecare atau rawat rumah dengan asuhan paliatif. Jika keluarga setuju untuk melakukan homecare maka rumah sakit akan memberi rujukan. Misalnya untuk RSCM dan Dharmais akan merujuk ke Rachel House.

Paliatif homecare

Walaupun di rumah, pasien tetap mendapatkan penanganan dan perawatan dari tim medis, penanganan nyeri, luka, dan konseling. Perawat paliatif akan mendampingi orangtua, misalnya dalam berbagai informasi yang kurang jelas dari rumah sakit.

Dengan homecare, pasien juga bisa menjalani beberapa kegiatan yang dia lewatkan selama menghabiskan waktu di rumah sakit.

Salah satu orangtua dari pasien yang ditangani Rachel House mengekspresikan rasa syukur telah memberikan pilihan terbaik di akhir masa hidup anaknya.

“Para perawat dan dokter di Rachel House selalu ada ketika kami membutuhkannya, memberikan saran praktis tentang penanganan gejala, dan membalas pesan walau larut malam ketika kondisi memburuk, bahkan meyakinkan kami bahwa ia harus kembali ke sekolah – keputusan yang selalu kami syukuri,” tulis Fadliya, Ibunda dari pasien di Rachel House.

Salah satu aspek penting dalam perawatan paliatif adalah menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup seaktif mungkin hingga kematian. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga pasien, baik itu dalam menjalani perawatan sampai menjadi kawan mencurahkan isi hati orangtua pasien.

Perawatan paliatif sering dipersepsikan diberikan hanya untuk pasien yang sudah tidak bisa disembuhkan. Padahal perlu ditekankan asuhan paliatif sudah dimulai ketika pertama kali diagnosis ditegakkan.

Kembali pada tujuan utama bahwa perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, dan tidak berhubungan dengan memperpanjang atau memperpendek harapan hidup pasien.

Yayasan Rumah Rachel

Rachel House menyediakan perawatan paliatif, perawatan medis khusus untuk anak-anak dengan penyakit serius yang mengancam jiwa, seperti HIV/AIDS dan kanker.

Rachel House membantu mereka yang berasal dari kalangan masyarakat ekonomi bawah. Kehadiran Rachel House membawa harapan agar tidak ada anak yang harus mati dalam kesakitan, tanpa cinta, dan tanpa perawatan.

Pasien dengan kondisi HIV/AIDS atau dengan kanker pada stadium terminal bisa terhubung dengan Rachel House melalui rujukan langsung dari rumah sakit.

“Karena kita ini adalah layanan medis, maka harus langsung rujukan dari dokter. Sehingga kita mengetahui semua kondisi kesehatan si anak,” kata Rina Wahyuni yang juga kepala perawat di Rachel House.

Setelah mendapat rujukan, rumah sakit akan menyerahkan perawatan pasien pada Rachel House untuk melakukan perawatan paliatif homecare.

Rachel House memberikan layanan dengan secara gratis sekaligus membantu kebutuhan obat-obatan yang tidak dibayarkan oleh BPJS kesehatan.

Saat ini bekerja sama dengan beberapa rumah sakit mitra seperti RSCM dan Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Berdiri sejak 2006, Rachel House sudah menangani 820 anak dengan penyakit serius, terutama anak dengan kanker dan HIV/AIDS. Saat ini ada 36 pasien dengan HIV/AIDS dan kanker.

Perawatan Paliatif di Indonesia

Palliative care atau perawatan paliatif bukan hal baru di Indonesia, asuhan ini sudah mulai diimplementasikan sejak 1990-an.

Di Indonesia, perawatan paliatif pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Sutomo pada tahun 1992, lalu menyusul oleh RSCM, Rumah Sakit Kanker Dharmais, Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Rumah Sakit Dr RS Sardjito, dan Rumah Sakit Sanglah. Pembentukan perawatan paliatif di rumah sakit tersebut merupakan penerapan dari Keputusan Menteri Kesehatan No. 604/1989.

Tapi sampai saat ini 30 tahun setelahnya, di Indonesia perawatan paliatif belum bisa diakses dengan mudah oleh pasien yang membutuhkan.

Journal of Pain and Symptom Management tahun 2016 mencatat data pemenuhan perawatan paliatif anak di Indonesia. Laporan berjudul Estimating the Global Need for Palliative Care for Children: A Cross-sectional Analysis tersebut mencatat bahwa pemenuhan kebutuhan perawatan paliatif pada anak di Indonesia kurang dari satu persen.

Data kurangnya pemenuhan kebutuhan akan perawatan paliatif di Indonesia juga tercatat dalam Data Intelligence Unit The Economist tahun 2015.

Indonesia ada di ranking 53 dari 80 negara. Jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bahkan lebih rendah dari negara yang pendapatan perkapitanya saat itu lebih rendah dari Indonesia seperti Morocco, Ghana, Peru, dan Uganda.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA