“Stay strong, no matter what you look like, whether you have hair or not. You are beautiful. No matter who you are, you are loved. There’s people who support you and loved you.”
Kalimat di atas dikutip dari wawancara kami pada sebuah aksi sosial yang diadakan oleh Yayasan Rumah Rachel beberapa waktu lalu. Anda boleh percaya atau tidak, kalimat di atas diucapkan oleh seorang anak yang masih berusia belia. Saya tidak mempunyai padanan kata-kata yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk menerjemahkannya. Begitu menyentuh dan mempunyai arti mendalam.
Michelle Marakasherry, 16 tahun, masih kanak-kanak ketika ia melihat neneknya mengerang kesakitan. Ia tak tahu penyakit apa yang diderita oleh neneknya. Hari demi hari dilihatnya tubuh sang nenek menjadi kurus, rambutnya rontok hingga tak tersisa. Suatu hari, sang nenek meregang nyawa, tak kuasa menahan sakitnya. Belakangan setelah Michelle beranjak remaja, ia baru mengetahui bahwa kepergian neneknya disebabkan oleh kanker, salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia.
Mengenang hidup neneknya, Michelle terinspirasi untuk memotong habis rambutnya sebagai bentuk dukungan bagi mereka yang hidup dengan penyakit serupa.
“Ketika aku menceritakan keinginanku ini pada kedua orang tuaku, they were shocked and didn’t believe it. Mereka pikir aku main-main,” Michelle menjelaskan.
“Tetapi akhirnya mereka setuju dan malah mendukung aksi yang akan aku lakukan ini. Mereka bangga kepadaku,” imbuhnya.
Niat baik Michelle pun mendapat dukungan dari pihak sekolahnya, British School Jakarta. Walau umumnya murid perempuan tidak diperkenankan untuk menggundulkan kepala, pihak sekolah memberikan pengecualian bagi Michelle dengan mempertimbangkan dampak positif yang muncul dari aksi kepedulian sosial ini.
Rambut panjang nan indah itu perlahan dipotong dan helai demi helai terjatuh ke bumi. Beberapa orang menatap tak percaya, bahkan meneteskan air mata melihat aksi gadis belia ini. Beberapa orang lain menyemangati dan meneriakkan dukungan mereka bagi Michelle. Di sisi Michelle, papa dan mamanya tampak terharu. Usai pemotongan rambut Michelle, mereka tak berhenti memeluk dan memuji keberaniannya. Suatu keberanian yang perlu dicontoh oleh kita semua.
“Aku tidak merasa malu dengan kepalaku yang sekarang yang gundul, karena ini untuk tujuan yang baik. Ini bukan untuk mencari sensasi tetapi untuk mereka, orang-orang yang hidup dengan kanker,” katanya dengan senyum merekah.
Seperti Michelle, kita pun dapat menunjukkan kepedulian kita bagi mereka yang hidup dengan penyakit berat. Baik dengan menggunduli kepala maupun menjadi relawan bagi organisasi-organisasi sosial seperti Yayasan Rumah Rachel, kita semua bisa berperan aktif dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.
Orang yang hidup dengan penyakit seperti kanker atau HIV bukanlah individu yang harus dijauhi atau dikucilkan. Mereka berhak untuk menikmati hidup yang berkualitas, dengan bahagia dan tanpa kesakitan, dikelilingi orang-orang yang mereka cintai.
Apa yang akan kita lakukan seandainya kita semua tahu bahwa esok adalah hari terakhir kita hidup di muka bumi ini?
Penulis: Yokhanan Prasetyono
0 Comments