Mungkin kata asuhan paliatif belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun bagi beberapa orang terutama pengidap penyakit serius, asuhan paliatif menjadi hal yang cukup penting dalam hidupnya.
Asuhan paliatif merupakan salah satu bentuk penanganan pasien yang hidup dengan penyakit serius, kronis, atau memiliki beban penyakit yang berat.
Sehingga, pengasuhan paliatif ini tujuan akhirnya bukan lagi sembuh, tetapi dapat menjalankan sisa hidupnya dengan bermartabat tanpa nyeri dan sebagainya.
Menurut Organisasi Asuhan Paliatif Anak Internasional (ICPCN), hampir 700 ribu anak Indonesia hidup dengan penyakit serius seperti kanker, HIV AIDS, dan meningitis. Karenanya, mereka membutuhkan asuhan palitif.
Rachel House salah satu lembaga nirlaba yang menyediakan asuhan paliatif anak khususnya di Indonesia. Lembaga ini adalah sebuah spesialisasi medis yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien, dengan mengurangi nyeri, gejala, dan penderitaan lain yang mereka rasakan, baik dari segi fisik, emosional, sosial, maupun spiritual.
Rachel House digerakkan oleh sebuah tim perawat, yang melakukan kunjungan ke rumah pasien-pasien untuk memastikan bahwa mereka dapat hidup nyaman di rumah, tanpa kesakitan.
Kisah haru perawat pasien asuhan paliatif
Salah satu perawat di Rachel House akan berbagi kisah kepada pembaca VIVAbagaimana ia menjalani kesehariannya menangani pasien asuhan paliatif. Berikut ini kisahnya;
Suster Ria, 26 tahun, adalah salah seorang perawat muda di Rachel House yang bertugas menyediakan asuhan paliatif bagi anak-anak yang hidup dengan kanker dan HIV AIDS dari keluarga prasejahtera di Jakarta.
Sebagai salah satu bagian dari tim Rachel House, setiap hari Suster Ria berkunjung ke rumah-rumah pasien di mana ia rutin memeriksa kondisi kesehatan pasien, menangani nyeri dan isu kesehatan lain yang ia miliki, serta mengedukasi keluarga tentang penyakit, pengobatan, dan cara perawatan terbaik di rumah.
Anak-anak yang Suster Ria tangani biasanya berasal dari keluarga kurang mampu. Seringkali mereka tinggal di lingkungan yang padat penduduk, kumuh, dan sulit terjangkau.
Seperti hari ini, misalnya, tepatnya hari Senin 16 April, Suster Ria rela perjalanan lebih dari dua jam menghadang kemacetan dan terik matahari menuju rumah seorang anak bernama Caca.
Bocah berumur 5 tahun ini hidup dengan HIV sejak lahir. Di usia yang sangat muda, Caca telah kehilangan kedua orangtuanya. Sekarang Caca tinggal bersama kakek nenek dan beberapa saudara tiri dalam rumah petakan tak berjendela yang tak cukup luas maupun layak untuk menampung Caca dan keluarganya.
Dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah karena HIV, Caca pun terinfeksi tuberkulosis paru yang membuatnya sulit bernapas hingga batuk terus-menerus.
Terhitung sudah tiga bulan Caca diasuh oleh Suster Ria. Pada setiap kunjungannya, Ria memantau perkembangan kondisi Caca sekaligus mengajarkan nenek Caca cara memberikan obat secara benar, dengan dosis dan waktu yang tepat agar infeksinya dapat segera tertangani.
Sebagai seorang perawat asuhan paliatif, Suster Ria juga bertanggung jawab memastikan kondisi Caca dan keluarga membaik tidak hanya dari segi fisik, namun juga dari segi emosional dan sosial.
Ria menjadi teman cerita bagi Caca dan nenek, tempat mereka mencurahkan kesedihan, ketakutan, dan kekhawatiran yang mereka rasakan.
Berkat dukungan Suster Ria serta kasih sayang sang nenek, sekarang Caca bisa menikmati hidup layaknya anak lain. Ia pun bisa bersekolah dan bermain lagi dengan teman-temannya.
Mengabdi bersama 5 perawat lainnya
Suster Ria adalah satu dari lima perawat asuhan paliatif di Rachel House yang mendedikasikan waktunya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Lulus dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia pada tahun 2015, Suster Ria pernah bergabung dengan Pencerah Nusantara dan mengabdi selama satu tahun di sebuah puskesmas daerah terpencil di Kalimantan Tengah sebagai bagian dari tim Pencerah Nusantara.
Lewat Rachel House, suster Ria belajar bagaimana ia bisa menghilangkan rasa nyeri yang pasien derita, serta meringankan beban batin dan stigma sosial yang pasien dan keluarga hadapi.
Ria berharap asuhan paliatif di Indonesia dapat berkembang seperti di negara-negara lain, di mana terdapat tim-tim asuhan paliatif di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas, yang terdiri dari berbagai profesi kesehatan seperti dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, dan rohaniawan.
“Dengan demikian, kita tidak lagi berjalan sendiri, tapi bersama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk membantu meringankan penderitaan pasien,” ujar Ria
Semakin banyaknya orang yang berkecimpung dalam asuhan paliatif, maka ia mengharapkan akan semakin banyak anak yang bisa mendapat perawatan yang mereka butuhkan, di rumah atau rumah sakit, dan tidak ada lagi yang hidup atau meninggal dalam kesakitan.
0 Comments