Meisha tidak banyak berbeda dengan anak remaja seusianya. Ia anak yang amat manis dan ramah yang suka sekali menyanyi dan menggambar. Di sekolahnya, ia juga termasuk anak yang cerdas. Lucunya, ia bukan hanya pintar dalam bidang pelajaran namun juga dalam mencari tambahan uang saku! “Dia ini punya otak bisnis,” begitu Mama Meisha menyebutnya. Mulai dari pembatas buku, pulpen lucu hingga kue kering buatan Mama pun laku dijual melalui blackberry miliknya.
Namun, ada satu hal yang membedakan Meisha dari teman-temannya.
Meisha menderita leukemia; suatu keganasan yang tak hanya menyerang sel darah putihnya, namun juga menggerogoti tubuh serta masa remajanya.
Sejak didiagnosis leukemia pertama kali pada tahun 2013, kehidupan Meisha memang berubah drastis. Perjuangannya untuk bertahan hidup pun dimulai. Bergelas-gelas kunyit ditenggaknya, kemoterapi pun dijalaninya. Namun, dengan dukungan penuh dari keluarga serta anggota gerejanya, Meisha pun akhirnya sempat dinyatakan sembuh setelah menjalani dua tahun perawatan.
Sayangnya, kesembuhan itu hanya bertahan kurang dari tiga bulan. Pada pertengahan tahun 2015, Meisha tiba-tiba tidak dapat melihat. Meisha pun segera dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Saat itu, dokter mengatakan bahwa penyebab penurunan penglihatan Meisha adalah karena glaukoma yang dideritanya. Namun, dalam beberapa bulan saja, kondisi Meisha pun kian memburuk. Ia sama sekali tidak dapat melihat dan juga tidak dapat mendengar! Hal ini membuat keluarga khawatir dan kembali menduga bahwa penyakit itu kembali bersarang di tubuh Meisha, sehingga akhirnya ia pun kembali dibawa ke rumah sakit.
Dugaan mereka benar. Dari hasil pemeriksaan cairan serebrospinal atau cairan otaknya (dikenal juga sebagai pungsi lumbal), diduga penyakit Meisha sudah menyebar (metastasis) ke otaknya. Namun, untuk menegakkan diagnosis pastinya, para dokter membutuhkan pemeriksaan lanjutan. Tetapi, begitu tahu ia sakit lagi, Meisha pun menolak. Ia bersikeras tak mau diperiksa lagi dan bahkan ia juga tidak mau meminum obat apapun lagi.
Ia marah; kepada hidupnya, kepada dirinya dan juga kepada Tuhan. “Banyak orang di luar sana, tapi kenapa aku yang harus begini? Aku masih empat belas tahun…” Hatinya hancur lebur. Karena kebutaannya, ia tidak bisa lagi menggambar. Ia bahkan belum selesai melengkapi gambar Song Triplet-nya, masih kurang sosok Manse yang juga disukainya. Yang paling menyedihkan hatinya, ia juga tidak bisa lagi berjualan. “Mau jualan gimana, aku kan nggak bisa liat,” katanya, dengan nada suara yang terdengar pasrah.
Akibat penurunan pendengarannya, ia juga tidak dapat mendengarkan musik kesukaannya lagi. Taylor Swift, Ellie Goulding, Ariana Grande, Hivi… Lihat, bahkan penyanyi kesukaannya pun sama seperti yang kita dengarkan di radio, bukan? Namun ia tidak dapat mendengar semua itu lagi.
Meisha marah karena harus merelakan masa remajanya. Di saat adik dan teman-temannya pergi field trip dan melakukan kegiatan lain, ia harus duduk di rumah dalam kegelapan dan kesenyapan. Bahkan kini, kesukaannya pun direnggut darinya. Ia kesepian, ketakutan dan hatinya penuh kekecewaan.
Namun, ia bersyukur karena suaranya tidak ikut diambil Tuhan. Dalam keterbatasannya, ia pun tetap bernyanyi dengan penuh sukacita.
Perlahan, Meisha belajar menerima keadaannya. Ia mulai bisa tertawa lepas. Ibunya pun mengajarinya ‘mendengar’ melalui goresan jari orang lain di tangannya. Meisha juga mulai mengisi waktu kosongnya dengan menghafal ayat-ayat yang menguatkan dirinya, sembari memikirkan barang yang dapat dijualnya bila penglihatannya membaik nanti.
Saat ini, pendengaran Meisha mulai membaik. Ia sudah dapat mendengar lagu dan bahkan sudah mulai mampu bercakap-cakap dengan cukup lancar. Ia juga sudah mulai dapat melihat cahaya, meskipun masih samar-samar. Perlahan namun pasti, ia menunjukkan kembali semangatnya yang sempat surut.
Meisha, seperti yang sudah kami katakan, ia memang tidak berbeda dengan anak remaja seusianya. Yang membedakan hanyalah leukemia yang diidapnya, yang memang menggerogoti masa remajanya, namun ternyata juga membentuk karakternya. Meisha kini adalah remaja yang tidak mudah putus asa dan memiliki pikiran yang dewasa. Ia adalah anak manis yang selalu belajar bersyukur dalam tiap keadaan dan semakin hari ia belajar menjadi pribadi yang semakin kuat dan tangguh.
Mau kah Kamu bantu kami mendukung anak-anak yang hidup dengan penyakit serius, serta keluarga mereka, agar mereka bisa hidup terbebas nyeri dan dengan bahagia? Klik di sini untuk berdonasi.
0 Comments