Bima* sudah mengalami sakit kepala dan mual selama berbulan-bulan. Terbangun dengan sakit kepala yang hebat, dengan skala rasa sakit sekitar 3 atau 4 dari 10, adalah realita hidupnya sehari-hari. Seringkali ia merasa malu ketika mengalami mual atau muntah saat berdiri di tengah aula di sekolah di pagi hari bersama teman-temannya.

Saat ini Bima berusia 11 tahun dan tinggal dengan neneknya. Kedua orangtua Bima telah meninggal karena penyakit yang sama yang kini dideritanya. Sang Nenek, yang penuh kasih sayang dan perhatian, adalah satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki. Akan tetapi, Nenek kini mudah lelah; sebagian karena setiap hari berjuang dari pagi hingga malam mengurus Bima, merayu dan membujuk Bima untuk meminum obatnya. Membujuk seorang remaja untuk melakukan apapun saja sudah cukup sulit. Dan menjadi lebih sulit ketika sang remaja merasa kesakitan, dan menyimpan amarah pada kehidupan. Bima tidak mengerti mengapa ia harus hidup dalam realita ini, kenapa ia harus minum obat yang ia yakin membuatnya lebih sakit? Dan tidak ada yang bisa menjamin bahwa sakit kepala dan rasa mualnya akan hilang jika ia minum obat setiap hari.. lalu mengapa ia harus menurut?

Ketika perawat dari Rachel House, Dadan, pertama kali bertemu dengan Bima dan neneknya, ia seketika sadar bahwa tidak ada makanan di dalam rumah. Dadan kemudian tahu bahwa Nenek hanya mendapat uang Rp. 80,000 setiap minggunya. Sembari bekerja secara metodis dan sistematik dengan dokter spesialis Bima di rumah sakit untuk mencari tahu asal usul sakit kepala dan rasa mual kronik Bima, Dadan mengerahkan bantuan dari kader Rachel House untuk memberi bantuan kepada nenek Bima.

Dibutuhkan banyak kesabaran dan kegigihan untuk meyakinkan Bima agar bersedia melakukan berbagai tes di rumah sakit dan mendorong para dokter untuk terus gigih dalam pemeriksaan Bima serta tidak menyerah dalam merawat Bima.

Di awal bulan ini, 5 bulan setelah Bima masuk dalam layanan Rachel House, suatu hal yang luar biasa terjadi – Bima yang biasanya hanya mau pergi ke rumah sakit dengan ditemani Nenek, setuju untuk pergi ke rumah sakit dengan ditemani oleh kader kami, Ibu Diah, tanpa perlawanan.

Hari itu dimulai dengan kunjungan membosankan ke rumah sakit, tetapi Bima dijanjikan wisata yang menyenangkan setelah kunjungan ke rumah sakit. Setelah tes-tes berakhir, Bima dan Ibu Diah memulai petualangan mereka. Mereka mulai dengan makan siang, diikuti dengan perjalanan yang mengasyikkan dengan kereta api cepat (MRT) Jakarta yang baru, kereta yang sangat cepat dalam mengelilingi seputar kota Jakarta. Setelah pengalaman yang sangat seru tersebut, Ibu Diah dan Bima menyempatkan untuk makan es krim sebelum menggunakan bus untuk pulang ke rumah, kembali kepada Nenek yang mengkhawatirkan Bima. Semua ini tanpa sakit kepala!

Untuk Ibu Diah dan Dadan, melihat Bima bermain dan bertualang membuat mereka sangat bahagia. Terlihat semangat dan rasa keingintahuan, alih-alih bukan rasa sakit dan kesedihan, dalam matanya. Kami sangat berterima kasih untuk setiap momen dimana anak-anak dengan penyakit serius dan membatasi hidup yang kami rawat dapat bermain dan menikmati kehidupan sebagaimana layaknya, karena setiap momen sungguh berharga untuk jiwa-jiwa muda ini.

Jika Kamu ingin bergabung dalam perjalanan kami mendukung anak-anak yang hidup dengan penyakit serius seperti Bima, silakan salurkan donasimu ke Rachel House.

*Nama diubah untuk privasi Bima dan neneknya